Di
Jeda Nafas-Mu, Aku
Di jeda nafas-Mu, aku tersentak
dan senja ini membentang kepak.
Lalu Engkau tertunduk tiada mengajak
melukis kayu yang tak lagi tegak.
Tuhan.......
Aku tersentak,
malu menanam hati pada
puncak retak.
Sembari kuberpijak,
menatap-Mu memeluk diam
tanpa sajak.
Tuhan.......
Kini di jeda bisu-Mu, kupeluk
dalamnya duka Golgota.
Dan kebenaran hanyalah seteguk
Lalu tumpah pada akhir cerita.
Tuhan....
Aku buta. Sehabis
terhempas dangkalnya cita-cita.
Mungkin sampai senja
berlalu berlari menepis malam hingga pagi
bercerita.
Aku tetap buta.
Terperangkap kebutaan mencinta.
Di sini masih kujumpai
Golgota bercerita tentang cinta dalam
derita.
Tuhan......
Aku gemetar. Pada hidup yang berputar berujung duka.
dan tanya apa itu kebenaran tak mampu kukata
Tuhan ......
Di jeda nafas-Mu,
kutengadah
menyapa diri yang payah
susah
sepi
Tuhan....
Panggil aku.
Panggil aku debu pada kaca.
Panggil aku kayu pada abu.
Ternyata aku sampah.
Tuhan....
Di
jedaPuisi nafas-Mu, kuberkisah
“Ternyata cinta itu
murah, tapi
mencinta itu tidaklah
murah”.
St
. Michael-Ledalero, 15/03/12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar