Minggu, 28 April 2013

Puisi Eto Kwuta/Di Jedah Nafas-Mu, Aku

 
Di Jeda Nafas-Mu,  Aku


Di jeda nafas-Mu, aku tersentak

dan senja ini membentang kepak.

Lalu Engkau tertunduk tiada mengajak

melukis kayu yang tak lagi tegak.


Tuhan.......

Aku tersentak,

malu menanam hati pada puncak retak.

Sembari kuberpijak,

menatap-Mu memeluk diam tanpa sajak.


Tuhan.......

Kini di jeda bisu-Mu, kupeluk

dalamnya duka Golgota.

Dan kebenaran hanyalah seteguk

Lalu tumpah pada akhir cerita.


Tuhan....

Aku buta. Sehabis terhempas  dangkalnya cita-cita.

Mungkin sampai  senja  berlalu berlari menepis malam hingga pagi

bercerita.

Aku tetap buta. Terperangkap kebutaan mencinta.

Di sini masih kujumpai Golgota  bercerita tentang cinta dalam derita.


Tuhan......

Aku gemetar. Pada hidup yang berputar berujung  duka.

dan tanya apa itu kebenaran tak mampu kukata



Tuhan ......

Di jeda nafas-Mu, kutengadah

menyapa diri yang payah

susah

sepi


Tuhan....

Panggil aku.

Panggil aku debu pada kaca.

Panggil aku kayu pada abu.

Ternyata aku sampah.

Tuhan....

Di jedaPuisi nafas-Mu, kuberkisah                   

“Ternyata cinta itu murah, tapi

 mencinta itu tidaklah murah”.


St . Michael-Ledalero, 15/03/12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

September dan Kitab Suci

Agustus sudah pergi. September datang seperti sedang berlari. Angin kencang tak digubrisnya. Dingin kota Ende tak berarti di dalam tubuhnya....