Jumat, 26 Agustus 2022

Nubuat dan Berbuat

Yeheskiel, si pelihat itu membuka mulut dan mulai bicara. Caranya bicara itu seperti hujan kemarin ketika perjalanan panjang ke Bajawa dihiasi basah sepanjang jalan. Yeheskiel, hari ini membuka cerita tentang sakit dan penyakit yang melanda rumah hati kita. 


Dan, saya tertahan oleh dingin yang membeku. Hati saya diremas mendung di hari ini, sedang Tuhan lewat pakai sendal jepit, dan gerimis mulai tiba. Yeheskiel meminta Tuhan menulis hujan, biar hati semua orang mencair.


Tiba-tiba, pemazmur menyanyi di atas puncak Ebulobo: "Tuhanlah gembalaku, tak akan kekurangan aku!" 


Angin pun membawa nada-nada ke Wolowio, lalu lonceng menyambut gema suara pemazmur. Sampai akhir ziarah, Ekaristi masih subur di depan altar, lalu dilarikan oleh telinga-telinga kepada semua yang ada.


Kemudian, Matius menggoda kita supaya masuk ke dalam luka-luka ziarah hidup ini, biar kita membalut berkat untuk berbuat seperti yang disabdakan oleh Yesus. 


Yesus masuk ke dalam hati kita, lalu mahkotanya ditahktakan ke dalam hati kita. Ia membuka pakaian-Nya, lalu menjadi hamba. Lebih dari itu, ia merajai hati kita sampai mati.


#rumahremah kata-kata.

#wolowio, Bajawa

#AdaDalamKata


26 November 2017

Adven di Dapur Maria

"Sayang, kutunggu masakanmu. Masak daun pepaya tambah garam segengam, ya?" pintaku padanya.

"Ya. Boleh. Mau saya tambahkan masako?"

"Ah, jangan. Biar garam saja, ya!" kataku lagi.


Aku duduk di bilik dapur. Di depannya, sebuah meja dengan kain ungu. Di tengah ada empat buah lilin. Satu buah lilin sudah dinyalakan sejak minggu kemarin.


Sambil melinting tembakau sek, kubiarkan aroma dapur Maria menggoda hatiku. Kubiarkan lagi asap menggauli tubuhku. Kubiarkan lagi bunyi air mendidih semakin risih. Lalu, semuanya kubiarkan supaya menjadi. Semua menjadi masak di dapur.


"Pietro, bukakan saya sebuah lagu!" pintanya.

"Mau lagu apa, sayang?" 

"Nah, lagu tentang nama saya," katanya.


Saat itu, semuanya semakin masak. Dan, kuputar lagu "Ema Maria". Di dapur, api di tungku menari, air mendidih sambil bersiul, kayu menabuhkan kruk-krak yang gertak, piring dan senduk menunggu masakan daun pepaya tambah garam sambil mencumbu secara diam-diam. Semua, semua yang di dapur ikut membaur dalam melodi yang sama. 


Kemudian, Maria menoleh sambil senyum. Ia main mata dan meminta saya duduk di dekat tungku. Ya, kuikut apa yang ia mau.


Sambil bercerita, kami menunggu dengan harapan yang selalu jatuh cinta pada kesuksesan. Sementara sibuk memasak dan menuai cerita, tiba-tiba lampu PLN padam. 


Semua gelap. Semua mati. Dan, di meja yang menunggu rasa pahit dan garam yang ampuh, lilin menebarkan pesona cahaya yang misterius. Di dapur, api tungku pun menggempur gelap.


Aku dan Maria dihiasi warna kuning kemerah-merahan juga rasa panas dari api yang menyala. 


Tiba-tiba, ia mengecup bibirku. Lampu PLN menyala saat itu. Dan, ayam berkokok tiga kali, memberi tanda bahwa di dapur, dari dapur, dan keluar dari dapur di luar dapur, ada yang terus memberi arti dan juga menyembunyikan perasaannya sendiri. 


Aku merenung. Sendirian. Dan, Maria hanya tersenyum di kepala saya, sambil mengatakan: "Kamulah cinta saya sampai mati."


#shortstory

#Rumahremah kata

#DapurMaria

Facebook, 6 Desember 2017

Teater Evergrande Syuradikara



Tahun 2017, 10 November telah dipentaskan Tungku Haram karya seniman revolusioner Zarathustra. Beliau adalah seorang pastor dalam Serikat Sabda Allah atau SVD yang aktif menelurkan judul-judul teater yang bernas. 


Dalam tahun-tahun kemarin, juga sudah mendahului Tungku Haram, semisal Separuh Nafas, Kursi Retak, dan lainnya merupakan judul-judul yang saling sambung-menyambung. Judul yang satu berkaitan dengan judul kedua, ketiga, dan seterusnya.


Implikasi praktis dari semua itu tampak dalam 'dapur' Evergrande Syuradikara. Di dalamnya, lahir metamorfosis seni yang memiliki kahrakter edukasi.


Berbicara soal edukasi atau pendidikan yang berkahrakter, saya tidak meragukan Syuradikara sebagai lembaga pendidikan yang kreatif-inovatif. Maka, jika tahun kemarin dalam 'Tungku Haram' itu, belum memberikan tingkat kepuasan publik karena sound system yang kacau, maka pada Maret yang akan datang, Evergrande Syuradikara akan kembali.


Artinya, panggung adalah sebuah publikasi riil yang sebaiknya memberi dampak. Publikasi riil di sini bukan soal dokumentasi fotografi dan videografi saja, tapi soal keseluruhan seni yang ditampilkan di atas panggung.


Saya berasumsi bahwa 'Tungku Haram' adalah satu dari sekian banyak judul teater yang berevolusi oleh karena Sutradaranya. Saya melihat bahwa revolusi sosial-politis dalam seni sungguh-sungguh lahir di dalam Evergrande Syuradikara. Dinamikanya ada dan sangat revolusioner.


Yang revolusioner itu ada dalam diri Zarathustra sebagai sutradara dan tidak terlepas dari semua crew yang terlibat di dalamnya. Ada semacam spiritualisme kritis ala Ayu Utami, tapi ia menyikapi secara kritis soal Human Trafficikng. 


Kalau dalam Bilangan Fu, Ayu Utami menobatkan Spiritualisme Kritis bagi para pemeluk agama, maka dalam 'Tungku Haram' saya berani mengatakan bahwa telah lahir Spiritualisme yang Revolusioner. Dalam arti, seni dihadapkan bukan terpaku dalam satu titik seni, melainkan banyak. (Going on).

Rabu, 24 Agustus 2022

Kota dan Tata Kota

Maumere adalah ibu kota Kabupaten Sikka. Kota yang manis, bila kita mendengar lagunya. Kala kita jauh di mana saja, jika lagu Maumere Manis didengar, maka kita dihantam rindu untuk pulang ke pangkuan mama.

Pagi ini saya putar-putar di kota. Ada banyak yang berubah. Tata kota yang mulai menghiasi mata-mata yang memandang, pandangan yang lain, dan semua ini menarik kita untuk melihat siapa dan apa yang ada di balik keindahan itu.

Kamu pasti ingat kota Maumere. Kota yang sedang disulap menjadi metro dan polis. Plato akan bangga jika ia melihat dan mengalami Maumere. Kalau dahulu Yunani itu kuno, maka sekarang Maumere itu modern. Kita bakal memetik ide-ide filsafat kontemporer dan belajar mengubah yang lama jadi baru. 

Yang lama perlu diubah biar yang baru dicerna secara positif. Maka, Maumere dan tata kotanya adalah sebuah 'revolusi' yang positif-agresif. Tingkatan agresivitasnya mengacu pada kata 'tata', karena penataannya akan memberi kesan tunggal, yakni 'keindahan'.

Kalau yang indah itu selalu memberi, maka Maumere itu lupa menerima. Nanti, jika kota dan tata kotanya menjadi terpusat. Ada sentralisasi yang tidak boleh mengikuti Jakarta yang 'mengkotak-kotak-kan'. Paling kurang, Maumere perlu melihat dan memberi lebih banyak, supaya orang-orangnya bisa melihat ada "kualitas yang menjadi". Misalnya, keadilan menjadikan kota milik kita.

Tentu saja, saya yakin dan percaya bahwa keindahan itu tampak satu; mengikat yang banyak dalam satu. Satu untuk membangun Maumere jadi lebih potensial. 

Oleh karena itu, kota dan tata kotanya harus memproyeksikan sedikit nuansa " Bajawa". Biar dinginnya terasa dan sejuk menjadi milik bersama. Jadi, kita perlu belajar banyak dari 'yang lain".

#remah-rumah kata-kata. Ada dalam kata.

24 Agustus 2017

Sabtu, 13 Agustus 2022

Ke Rumah Sakit Minggu

Ada bulan, bintang, dan rindu yang melintang ke arah kamu. Pet duduk di bawahnya dengan rindu tanpa nama, tiada bentuk, tiada batas. Pet memandang ke atas dan melihat betapa langit jauh tiada batas dan rindu semakin mengeras dan mengalif deras.

Di lapangan, pinggir kampung, Pet duduk memandang bulan. Bulan separuh dan dia juga melihat ada rindu yang separuh. Rindu pada mantan. Mantan atau lebih tepatnya mutan yang lahir 2000-an tahun lalu, masih ada dan mondar-mandir di malam minggu. Mantan yang berkelas dan Pet membayangkan kalau kelasnya mantan sudah pasti berkelas. Jika dilihat dari rupanya, mantan itu mutan yang sedang sakit, tapi membuat seolah tidak sakit. 

Hati sakit dan sakit-sakitan para mantan adalah bukan sakit musiman, melainkan sakit mainan yang dimainkan dengan cara bermain tali. Pet masih duduk. Dia melihat mantannya mengambil tali bendera dan juga bendera. Ia menonton sebuah teka-teki yang dimainkan oleh perempuan yang bernama "Mabeta".

Mabeta mengikat tali pada tulang keringnya dan menempelkan merah-putih pada pipinya. Ia merasa bangga dengan senyum yang ranum di wajahnya. Dan, Pet turut merasa bangga dengan Mabeta. Tiba-tiba, Mabeta mengajak. 

"Pet, Mari bermain tali!" teriaknya dari jauh. Lalu, Pet mendengar desahan-desahan Mabeta yang nakal di sana-sini. Mabeta telah menyiapkan tiang bendera untuk menggantung hatinya.

"Lebih baik saya menggantung hati saya, daripada saya menggantungmu di perjalanan ke rumah sakit Minggu," kata Mabeta.

Pet kaget. Ia bangun dan berjalan terus ke rumah sakit. Di sana, dia melihat bahwa bukan hati Mabeta yang mengantung di sudut sunyi, tapi hatinya sendiri. Dia berlutut dan tekuk di bawah kaki-Nya. 

"Minggu lalu aku di Kupang dan lupa pulang ke sarang. Sekarang aku pulang dan melihat bahwa aku digantung seperti bendera. Hatiku adalah bendera. Merah-putihnya adalah satu perjuangan. Maka, kibarkanlah hatiku kepada hati siapa saja, yang mampu mencintaiku seperti cinta-Mu padaku. Cinta tanpa tali.  Cinta tanpa ada kata 'pemali'. Karena merdeka tidak mengenal haram, tapi merdeka itu mengenal siapa yang jujur dengan dirinya sendiri dan lebih tingginya, jujur dengan yang sedang digantung di atas itu," kata Pet sambil memakukan seluruh dirinya di sebuah perjalanan. Perjalanan ke Rumah Sakit Minggu.


#Remah-remah kata

Kamis, 11 Agustus 2022

Gonsalu Cup dan Arus Gonsalu

Wajah Oriel Laru (28) tidak pucat. Saya kaget kala perjumpaan kami ini menumbuhkan aura kehidupan yang tak akan padam. 

Kawan lama yang merangkap captain kesebelasan Kanada, merasa terhormat di laga perdana Gonsalu Cup, team-nya berhadapan dengan juara bertahan musim kemarin, anak-anak Boru, Kampung Baru, Wulanggitang, Jumat (11/8) sore.

Oriel adalah kawan lama yang suka bola, cinta bola, tidak buta bola, dan ingin mati bersama bola.

Ia bersama kesebelasannya baru pertama kali ikut ajang bergengsi Gonsalu Cup. Ya, kalau ukuran di wilayah Kecamatan Wulanggitang, maka Gonsalu Cup justru hadir ketiga kalinya dan mereka pertama kali dalam sejarah di ajang ini.

"Saya suka sejarah baru dimulai. Karena kami bukan Kanada yang menyontek nama negara ini, tapi kami adalah Kanada yang memahami sejarah," ujar Oriel saat kami berpapasan muka dengan muka, sambil saya melihat kalau di wajahnya ia menyembunyikan kecemasan. 

Dan, kala pertandingan berlangsung sengit, Oriel justru menjadi bintang di laga perdana. Ia menyumbang 2 gol di laga perdana. Tendangan di luar garis enam belas, dua kali tak meleset. Hingga, laga berakhir dengan score 3:2. Ya, Oriel menjadi bintang yang hidup pada sore kemarin.

"Saya bangga karena kami datang, kami melihat, kami menang," ujarnya sambil tersenyum bahagia.

Saat saya mendengar pernyataan ini, saya mengingat bagaimana kemenangan itu menunggu dipetik, tapi menggapainya diperlukan kerja cerdas. 

Oriel sudah membuka puasa kegagalan dengan segelas keringat kemenangan di awal ajang bergengsi Gonsalu Cup. Hal yang menarik ialah bagaimana dan siapa sosok atau tokoh di balik Gonsalu Cup dan apa yang dimuntahkan dalam ajang ini?

Pertama, Gonsalu punya tokoh dan sebagai nama dari toko. Maka, Om Frengky de Class bukanlah pahlawan yang melawan egonya sendiri, tapi melawan kebodohan masyarakat Wulanggitang dan sekitarnya. Ia punya toko yang ramai dikunjungi pembeli serentak ia menarik semua yang jauh jadi dekat, yang dekat tetap di tempat, dalam satu arus gonsalu, kita diantar kepada sejarah.

Sejarah itu kemenangan yang ada di depan mata. Sejarah itu arus balik dan mudik, biar ada perjumpaan yang sarat dengan cinta, kasih, dan sayang. Maka, kita harus melihat ETMC kemarin dan belajar bagaimana cara terbaik menendang bola dengan kaki, bukan dengan darah dan air mata.

Tentu saja, cinta itu luka, kita ini buta, mencintai itu bukan sebatas kata-kata dan tanpa cerita tapi kita dibatasi untuk merebut kata 'menang' jadi sejarah.

Kedua, arus Gonsalu bukan arus mainan. Tekanan dahsyat, ribut, gelombang ganas, memecah belah dan bahkan bisa membunuhmu saat ini juga. Namun, ada sesuatu yang bergerak dengan cepat dan itu adalah cara kita melihat bola dan bola melihat kita.

Maka, kita perlu mengingat bahwa laga kedua hari ini sebaiknya dipahami sebagai laga perdana. Karena kedua, ketiga, dst selalu dimulai dari pertama. Dalam arti, kita menjadi seperti Oriel yang memahami ajang ini secara positif. Kita datang, kita melihat, kita menang. Cukup pahami adagium ini, maka piala dan arus kata-kata, tindakan, sikap, dan semuanya menjadi cerita yang tidak pernah mati di tengah lapangan hijau.

#Maridukungkami. :-)

Minggu, 07 Agustus 2022

Menanak Usia

 


Tahun yang lepas hingga tulang-belulang lemas

Hari yang sedih pun habis dalam cemas

Ketika rasa sakit terobati oleh senyum waras:

"Aku masih menanak, Nak!"


Nasi di tungku sudah masak

Bersama senyum ranum melawan rasa sesak

Cinta tumbuh dalam kata yang berkembang biak:

"Usiaku hari ini adalah menu terbaik buatmu anak-anak!"


(Sebagai anak, aku merenung. Diam. Lalu, berdoa) 


Dari jauh sejauh dekat menjadi hangat dalam ujud

Kusebut nama Mama sedalam laut memeluk

Sunyi yang tak habis mencuri berkas rahasia sujud

Doa menari ke atas langit yang sedang mabuk. 


"Mama, menanak usiamu adalah masakan paling bergizi".


Sampai hari ini, mungkin banyak yang tak tahu

Masakan terlezat setiap tahun

Adalah menyaksikan cucu-cucu anggun

Sambil makan pun merayakan hidup yang tambun.


"Selamat Ulang Tahun, Mama!"


Maumere, Senin 8 Agustus 2022

Selasa, 02 Agustus 2022

Mogok Massal, Pariwisata Labuan Bajo Mati

Jalanan kota di Labuan Bajo pada Senin (18/7/2022) tampak padat. Kendaraan roda dua dan empat tak begitu banyak yang bergerak. Hanya ada barisan manusia.

Mereka adalah para pelaku pariwisata dan masyarakat yang merasa peduli hingga turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi.

Fitri W. Rodja, praktisi pariwisata yang terlibat langsung mengatakan, para pendemo sudah bergerak dari BTNK menuju Kantor Bupatai Manggarai Barat.

“Massa sudah bergerak dari BTNK, karena saat kami di sana, kepala BTNK-nya kabur. Beberapa pendemo masuk untuk menemui beliau, tetapi dia menghilang,” kata Fitri.

Fitri bilang, oleh karena kepala BTNK suka membuat MoU tanpa ada sosialisasi atau persetujuan, maka barisan mereka terus bergerak.

“Dengan kekuatan yang ada, semua yang hadir, juga masyarakat, kita menolak,” katanya.

Tidak berhenti di situ. Sebagaimana dilansir Antara pada Jumat (29/7/2022), barisan warga Labuan Bajo melakukan protes atas kenaikan tarif masuk ke Pulau Komodo, Pulau Padar, dan wilayah perairan lain dalam wilayah Taman Nasional Komodo Labuan Bajo tersebut.

Dengan suara keras, mereka membangun pekikan keluh kesah di depan Hotel Loccal Collection Labuan Bajo yang menjadi tempat pertemuan konferensi pers peluncuran aplikasi INISA.

Diketahui, INISA adalah aplikasi untuk sistem reservasi ke lokasi yang telah dimaksud tersebut.

Tampaklah, warga tersebut merupakan gabungan dari beberapa organisasi pelaku pariwisata di Labuan Bajo.

“Mereka melakukan protes sejak pukul 09.00 Wita. Mereka pun melakukan aksi menahan mobil yang dikendarai oleh Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi,” kata Etho, praktisi wisata yang lain saat dihubungi Ekora NTT, Selasa (2/8/2022).

Berdasarkan informasi, Etho bilang, hari itu, warga menuntut adanya pernyataan dari Bupati Manggarai Barat terkait kenaikan tiket yang akan berlaku tanggal 1 Agustus 2022 sebesar Rp3,75 juta.

Selain itu, ia menambahkan, warga berjuang keras untuk mendesak Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Nusa Tenggara Timur Zeth Sony Libing yang ada di dalam hotel untuk memberikan pernyataan.

Hentikan Aktivitas Wisata

Asosiasi Pelaku Wisata dan Individu Pelaku Wisata Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT menyatukan persepsi dalam MoU untuk menghentikan aktivitas pariwisata seiring dengan rencana kenaikan tiket masuk Pulau Komodo mencapai Rp3,7 juta per orang pada 1 Agustus 2022.

"Kami bersepakat untuk menghentikan semua jenis pelayanan jasa pariwisata di Kepulauan Taman Nasional dan di seluruh destinasi wisata di Manggarai Barat mulai 1-31 Agustus 2022," kata Koordinator Pelaku Wisata dan Individu Pelaku Wisata Kabupaten Manggarai Barat Rafael Taher pada Sabtu (30/7/2022).

Ia mengatakan, aksi tersebut sebagai bentuk protes penolakan pelaku pariwisata di Manggarai Barat.

Rafael mewakili seluruh pelaku wisata di Manggarai Barat menilai, kehadiran PT. Flobamor Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik pemerintah NTT sangat memonopoli sektor pariwisata di Manggarai Barat.

“Hal ini menyebabkan kemiskinan bagi seluruh pelaku pariwisata serta masyarakat di Labuan Bajo, Manggarai Barat,” ungkapnya dilansir Antara, Sabtu (30/7/2022).

Karena itu, ia menegaskan, komitmen bersama menghentikan semua aktivitas pelayanan jasa pariwisata di Kabupaten Manggarai Barat itu tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Terima Konsekuensi

Lewat MoU tersebut, Rafael bilang, para pelaku wisata akan menerima konsekuensinya.

“Jika ada yang melanggar MoU tersebut, para pelaku wisata itu seperti pemilik kapal wisata, pemilik penyedia jasa transportasi darat, pemilik restoran, pemilik hotel, fotografer, guide, pelaku usaha kuliner,” katanya.

Lebih tegas lagi, adapun sanksi lain adalah jika ada yang melanggar MoU itu maka, pelaku wisata itu harus bersedia untuk dibakar bentuk fasilitasnya.

Terkait wisatawan yang sudah memesan tiket pesawat atau hotel di Labuan Bajo, kata Rafael, pihaknya tidak akan melarang.

"Kita tidak larang wisatawan datang. Tetapi mohon maaf jika sudah tiba di Labuan Bajo, tidak ada travel yang akan jemput," tambahnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur, Sony Zeth Libing menegaskan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur tetap memberlakukan tiket masuk ke Pulau Komodo dan Padar sebesar Rp3,75 juta sekalipun ada pihak yang menolak dengan tarif baru yang mulai diberlakukan pada 1 Agustus 2022.

"Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur sangat menghargai aspirasi masyarakat yang menolak terhadap kenaikan tiket masuk sebesar Rp3,75 juta ke Pulau Komodo dan Pulau Padar. Semua aspirasi itu kami kaji namun tentu pemberlakuan tarif baru masuk ke Komodo tetap dilakukan pada 1 Agustus karena sudah melalui kajian yang matang," ungkap Kadis Sony.

Sony menambahkan, pihaknya juga membuat antisipasi lebih awal sebelum terjadi persolan lebih luas yang terjadi pada habitat Komodo dan ekosistemnya.

Aksi Mogok

Massa dalam jumlah banyak, dari banyak latar belakang profesi memulai aksi mogok dengan gerakan bakti sosial membersihkan sampah di Labuan Bajo, Senin (1/8/2022).

Terlihat dalam video yang beredar di WhatsApp, sekelompok massa membawa karung, plastik, dan juga beberapa pamflet dengan tulisan.

“Laskodat Sampah Masyarakat,” bunyi tulisan itu kala dipegang oleh seorang lelaki berkaca mata yang tergabung dalam gerakan membersihkan sampah itu.

Video lainnya menunjukkan gabungan keamanan dari polisi dengan kendaraan roda empat dibarengi bunyi sirene polisi melewati jalan di dalam kota Labuan Bajo.

“Dari Polda, hoe senjata lengkap, luar biasa, luar biasa,” kata perekam video tersebut diikuti gerutu beberapa teman di sampingnya.

Kala siang hari, tiba-tiba seisi kota Labuan Bajo terlihat mencekam lantaran polisi diduga melakukan penangkapan dan pemukulan terhadap para pelaku wisata yang melakukan bakti sosial dan berorasi sebagai satu rangkain upaya mogok untuk menentang komersialisasi dan monopoli bisnis di TN Komodo.

Dilansir Floresa.co, Senin (1/8), beberapa aktivis sudah diamankan di Polres Mabar, sementara beberapa lainnya terluka setelah dipukul oleh aparat.

Aparat keamanan, baik polisi, Brimob maupun tentara memang terlihat memenuhi kota Labuan Bajo menyusul penetapan status siaga satu di wilayah itu.

Mereka terlihat siaga di depan hotel-hotel, fasilitas publik seperti bandara dan pelabuhan, serta ada yang patroli keliling kota.

Suasana kota memang tidak ramai seperti biasanya. Bandara sepi dan pelabuhan tidak beroperasi. Wisatawan yang sudah tiba di Bandara Komodo Labuan Bajo terpaksa dijemput dengan angkutan umum yang dikendarai polisi.

Opyn, seorang anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Manggarai Barat mengatakan, mereka menggelar bakti sosial memungut sampah mulai dari KSPN Puncak Waringin, Waterfront, sampai di jalan depan Bandara Komodo, sambil berorasi.

“Selama aksi digelar, kami dikawal oleh aparat polisi dan Brimob dari Polda NTT serta polisi pamong praja setempat,” katanya.

Suasana memanas ketika mereka tiba di jalan raya depan Bandara Komodo, di mana, ia bilang, aparat melakukan pengawalan lengkap bersenjata laras panjang.

Ophyn menceritakan, aparat menghentikan orator dan melepaskan tembakan peringatan dan saat bersamaan mengejar pun menangkap sejumlah pegiat pariwisata.

“Aneh rasanya. Kami dikawal dengan senjata laras panjang. Padahal kami melakukan aksi pungut sampah dengan orasi. Di depan jalan, depan Bandara, aparat melepaskan tembakan lalu mengejar dan menangkap teman-teman kami. Teman-teman kami ditendang, dicekik, dipukul, sampai berdarah,” tutur Opyn.

Di antara pegiat pariwisata yang ditangkap, dua di antaranya, Rafael Todowela dan Aloys Suhartim Karya selaku orator selama aksi damai tersebut.

Menolak Komersialisasi

Anggota DPR RI Yohanis Fransiskus Lema menolak praktik komersialisasi secara brutal di Pulau Komodo dan Pulau Padar.

Menurutnya, pembatasan kuota pengunjung yang bertujuan untuk menjaga konservasi dengan menekan dampak negatif pariwisata tidak boleh berujung pada upaya-upaya komersialisasi pariwisata oleh kelompok atau golongan tertentu.

“Pada prinsipnya saya menyetujui pembatasan pengunjung dalam kajian Daya Dukung Daya Tampung Wisata (DDDTW) yang dilakukan oleh para ahli. Namun, mengapa pembatasan pengunjung yang katanya dilakukan untuk menjaga konservasi malah menjadi ajang komersialisasi secara brutal?” tanya Anggota Komisi IV DPR RI yang kerap disapa Ansy Lema di Jakarta, Sabtu (16/7/2022).

Ansi mengatakan dengan keras, bahwa itu adalah kritiknya terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai penjaga konservasi di Indonesia.

Ansy bilang, hal utama yang patut dipertanyakan dalam studi Daya Dukung Daya Tampung Wisata (DDDTW) adalah merekomendasikan pembatasan.

Tetapi, lanjut Ansi, mengapa di saat bersamaan KLHK memberikan izin ke PT. Flobamor sebagai pengelola tunggal.

"Tidak benar atas nama konservasi, lalu dijawab dengan mengenakan tarif masuk yang tinggi. Memangnya negara ini hanya milik yang bayar? Di mana letak keadilan sosial? Apalagi, jika kebijakan itu diberlakukan bagi wisatawan domestik yang adalah anak bangsa sendiri," gugatnya.

Ansy menerangkan, agar dana bisa masuk secara optimal ke kas pemerintah daerah, maka penjualan tiket bisa dilakukan melalui platform digital atau e-commerce.

Ansi Lema mengemukakan bahwa terdapat dua kejanggalan yang sedang terjadi dalam kasus tersebut.

Pertama, pembatasan pengunjung tetapi membuka usulan paket wisata bernama Experimentalist Valuing Environment (EVE) ke Pulau Komodo.

“Mengapa tiba-tiba ada usulan paket wisata, padahal pemerintah ingin membatasi kuota pengunjung? Di sisi lain, pemerintah pusat terkesan mengutamakan PT. Flobamor,” ungkapnya.

Menurutnya, tugas pemerintah adalah membuat regulasi, tetapi mengapa kemudian ingin bermain dalam ranah penyedia jasa tur ke Komodo dan Padar?

“Berikan kesempatan pada warga lokal untuk ikut partisipasi dalam menyediakan jasa tur. Jangan sampai pembatasan pengunjung dijadikan alasan untuk memberikan konsesi bisnis, bahkan monopoli bisnis kepada perusahaan tertentu,” tegas Ansy.

Kedua, terkait pengenaan beban biaya konservasi kepada masyarakat awam melalui kenaikan tarif.

Ia bilang, biaya konservasi tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada masyarakat, dalam hal ini adalah orang yang mau berwisata.

“Di mana letak keadilan sosialnya? Seharusnya uang konservasi diambil pemerintah dari perusahaan yang melakukan perusakan alam, seperti perusahaan sawit, perusahaan batubara, korporasi tambang, dan sebagainya. Tarik pajak lebih banyak dari mereka dan kemudian disubsidi silang untuk biaya konservasi, bukan dari masyarakat Indonesia yang mau berwisata,” pungkas politisi PDI Perjuangan ini.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, Sebastian Salang, menilai kebijakan kenaikan tarif masuk ke Taman Nasional Komodo (TNK) sebesar Rp3,75 juta per orang telah mengabaikan kepentingan masyarakat lokal, pelaku wisata, pelaku bisnis, dan perasaan masyarakat setempat.

Menurut Salang, pelaku pariwisata di Labuan Bajo melakukan mogok total terkait pelayanan bagi wisatawan dan sebagai bentuk penolakan dan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah.

“Hal itu merupakan tamparan keras bagi wajah pemerintah pusat dan daerah khususnya provinsi yang melahirkan kebijakan,” katanya kepada Ekora NTT, Selasa (2/8/2022).

Salang berujar, penolakan dan perlawanan besar-besaran tersebut adalah gambaran bahwa kebijakan tersebut cacat proses dan gagal mendeteksi aspirasi dan kepentingan serta harapan masyarakat.

“Potret kebijakan yang dipaksakan, top down, sempit demi angan-angan keuntungan besar yang ditempuh melalui jalan pintas,” tandasnya.

Ia menilai, penolakan dan perlawanan massa juga merupakan fakta kebijakan yang telah gagal dan kehilangan legitimasinya.

“Kebijakan yang baik pasti direspons, diterima dan dijalankan oleh semua stakeholder dan masyarakat. Sebaliknya, kebijakan yang buruk dan dipaksakan pasti ditolak bahkan dilawan. Itulah yang terjadi di Labuan Bajo. Pemerintah harus menyadari itu,” tegas politisi asal Manggarai itu.

Faktanya saat ini, lanjut dia, kebijakan kenaikan tarif ini telah menimbulkan efek sangat buruk bagi pelayanan pariwisata. Banyak wisatawan menunda dan membatalkan perjalanannya ke Labuan Bajo.

Selain itu, image terhadap daerah wisata premium jadi rusak dan buruk. Bukan mustahil dampak jangka panjang menjadi jelek. Minat wisatawan berkurang dan beralih ke daerah lain bahkan negara lain.

Dengar Aspirasi Masyarakat

Oleh karena itu, terang dia, pemerintah pusat harus memasang telinga dan hatinya dengan benar untuk mendengarkan suara, jeritan, aspirasi dan kepentingan masyarakat.

“Tidak ada alasan yang cukup kuat untuk memaksakan kebijakan tarif ini untuk dilanjutkan. Apalagi jika menggunakan pendekatan keamanan, tidak akan memperbaiki situasi, justru akan semakin buruk dan mencoreng wajah wisata premium,” jelasnya.

Salang juga mengemukakan bahwa secara faktual, kebijakan ini telah kehilangan legitimasi dan public trust. Hal tersebut karena telah melahirkan konflik dan kegaduhan. Karena itu, kebijakan tersebut telah gagal dan sebaiknya segera dibatalkan atau dicabut kembali.

“Pemerintah pusat harus melihat fakta perlawanan ini dengan cermat dan tak perlu malu untuk menarik kembali. Apa yang terjadi saat ini adalah pelajaran penting dalam proses pembuatan kebijakan yang baik ke depannya,” tutupnya.

September dan Kitab Suci

Agustus sudah pergi. September datang seperti sedang berlari. Angin kencang tak digubrisnya. Dingin kota Ende tak berarti di dalam tubuhnya....