Jumat, 26 Agustus 2022

Adven di Dapur Maria

"Sayang, kutunggu masakanmu. Masak daun pepaya tambah garam segengam, ya?" pintaku padanya.

"Ya. Boleh. Mau saya tambahkan masako?"

"Ah, jangan. Biar garam saja, ya!" kataku lagi.


Aku duduk di bilik dapur. Di depannya, sebuah meja dengan kain ungu. Di tengah ada empat buah lilin. Satu buah lilin sudah dinyalakan sejak minggu kemarin.


Sambil melinting tembakau sek, kubiarkan aroma dapur Maria menggoda hatiku. Kubiarkan lagi asap menggauli tubuhku. Kubiarkan lagi bunyi air mendidih semakin risih. Lalu, semuanya kubiarkan supaya menjadi. Semua menjadi masak di dapur.


"Pietro, bukakan saya sebuah lagu!" pintanya.

"Mau lagu apa, sayang?" 

"Nah, lagu tentang nama saya," katanya.


Saat itu, semuanya semakin masak. Dan, kuputar lagu "Ema Maria". Di dapur, api di tungku menari, air mendidih sambil bersiul, kayu menabuhkan kruk-krak yang gertak, piring dan senduk menunggu masakan daun pepaya tambah garam sambil mencumbu secara diam-diam. Semua, semua yang di dapur ikut membaur dalam melodi yang sama. 


Kemudian, Maria menoleh sambil senyum. Ia main mata dan meminta saya duduk di dekat tungku. Ya, kuikut apa yang ia mau.


Sambil bercerita, kami menunggu dengan harapan yang selalu jatuh cinta pada kesuksesan. Sementara sibuk memasak dan menuai cerita, tiba-tiba lampu PLN padam. 


Semua gelap. Semua mati. Dan, di meja yang menunggu rasa pahit dan garam yang ampuh, lilin menebarkan pesona cahaya yang misterius. Di dapur, api tungku pun menggempur gelap.


Aku dan Maria dihiasi warna kuning kemerah-merahan juga rasa panas dari api yang menyala. 


Tiba-tiba, ia mengecup bibirku. Lampu PLN menyala saat itu. Dan, ayam berkokok tiga kali, memberi tanda bahwa di dapur, dari dapur, dan keluar dari dapur di luar dapur, ada yang terus memberi arti dan juga menyembunyikan perasaannya sendiri. 


Aku merenung. Sendirian. Dan, Maria hanya tersenyum di kepala saya, sambil mengatakan: "Kamulah cinta saya sampai mati."


#shortstory

#Rumahremah kata

#DapurMaria

Facebook, 6 Desember 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

September dan Kitab Suci

Agustus sudah pergi. September datang seperti sedang berlari. Angin kencang tak digubrisnya. Dingin kota Ende tak berarti di dalam tubuhnya....