Yeheskiel, si pelihat itu membuka mulut dan mulai bicara. Caranya bicara itu seperti hujan kemarin ketika perjalanan panjang ke Bajawa dihiasi basah sepanjang jalan. Yeheskiel, hari ini membuka cerita tentang sakit dan penyakit yang melanda rumah hati kita.
Dan, saya tertahan oleh dingin yang membeku. Hati saya diremas mendung di hari ini, sedang Tuhan lewat pakai sendal jepit, dan gerimis mulai tiba. Yeheskiel meminta Tuhan menulis hujan, biar hati semua orang mencair.
Tiba-tiba, pemazmur menyanyi di atas puncak Ebulobo: "Tuhanlah gembalaku, tak akan kekurangan aku!"
Angin pun membawa nada-nada ke Wolowio, lalu lonceng menyambut gema suara pemazmur. Sampai akhir ziarah, Ekaristi masih subur di depan altar, lalu dilarikan oleh telinga-telinga kepada semua yang ada.
Kemudian, Matius menggoda kita supaya masuk ke dalam luka-luka ziarah hidup ini, biar kita membalut berkat untuk berbuat seperti yang disabdakan oleh Yesus.
Yesus masuk ke dalam hati kita, lalu mahkotanya ditahktakan ke dalam hati kita. Ia membuka pakaian-Nya, lalu menjadi hamba. Lebih dari itu, ia merajai hati kita sampai mati.
#rumahremah kata-kata.
#wolowio, Bajawa
#AdaDalamKata
26 November 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar