Kamis, 11 Agustus 2022

Gonsalu Cup dan Arus Gonsalu

Wajah Oriel Laru (28) tidak pucat. Saya kaget kala perjumpaan kami ini menumbuhkan aura kehidupan yang tak akan padam. 

Kawan lama yang merangkap captain kesebelasan Kanada, merasa terhormat di laga perdana Gonsalu Cup, team-nya berhadapan dengan juara bertahan musim kemarin, anak-anak Boru, Kampung Baru, Wulanggitang, Jumat (11/8) sore.

Oriel adalah kawan lama yang suka bola, cinta bola, tidak buta bola, dan ingin mati bersama bola.

Ia bersama kesebelasannya baru pertama kali ikut ajang bergengsi Gonsalu Cup. Ya, kalau ukuran di wilayah Kecamatan Wulanggitang, maka Gonsalu Cup justru hadir ketiga kalinya dan mereka pertama kali dalam sejarah di ajang ini.

"Saya suka sejarah baru dimulai. Karena kami bukan Kanada yang menyontek nama negara ini, tapi kami adalah Kanada yang memahami sejarah," ujar Oriel saat kami berpapasan muka dengan muka, sambil saya melihat kalau di wajahnya ia menyembunyikan kecemasan. 

Dan, kala pertandingan berlangsung sengit, Oriel justru menjadi bintang di laga perdana. Ia menyumbang 2 gol di laga perdana. Tendangan di luar garis enam belas, dua kali tak meleset. Hingga, laga berakhir dengan score 3:2. Ya, Oriel menjadi bintang yang hidup pada sore kemarin.

"Saya bangga karena kami datang, kami melihat, kami menang," ujarnya sambil tersenyum bahagia.

Saat saya mendengar pernyataan ini, saya mengingat bagaimana kemenangan itu menunggu dipetik, tapi menggapainya diperlukan kerja cerdas. 

Oriel sudah membuka puasa kegagalan dengan segelas keringat kemenangan di awal ajang bergengsi Gonsalu Cup. Hal yang menarik ialah bagaimana dan siapa sosok atau tokoh di balik Gonsalu Cup dan apa yang dimuntahkan dalam ajang ini?

Pertama, Gonsalu punya tokoh dan sebagai nama dari toko. Maka, Om Frengky de Class bukanlah pahlawan yang melawan egonya sendiri, tapi melawan kebodohan masyarakat Wulanggitang dan sekitarnya. Ia punya toko yang ramai dikunjungi pembeli serentak ia menarik semua yang jauh jadi dekat, yang dekat tetap di tempat, dalam satu arus gonsalu, kita diantar kepada sejarah.

Sejarah itu kemenangan yang ada di depan mata. Sejarah itu arus balik dan mudik, biar ada perjumpaan yang sarat dengan cinta, kasih, dan sayang. Maka, kita harus melihat ETMC kemarin dan belajar bagaimana cara terbaik menendang bola dengan kaki, bukan dengan darah dan air mata.

Tentu saja, cinta itu luka, kita ini buta, mencintai itu bukan sebatas kata-kata dan tanpa cerita tapi kita dibatasi untuk merebut kata 'menang' jadi sejarah.

Kedua, arus Gonsalu bukan arus mainan. Tekanan dahsyat, ribut, gelombang ganas, memecah belah dan bahkan bisa membunuhmu saat ini juga. Namun, ada sesuatu yang bergerak dengan cepat dan itu adalah cara kita melihat bola dan bola melihat kita.

Maka, kita perlu mengingat bahwa laga kedua hari ini sebaiknya dipahami sebagai laga perdana. Karena kedua, ketiga, dst selalu dimulai dari pertama. Dalam arti, kita menjadi seperti Oriel yang memahami ajang ini secara positif. Kita datang, kita melihat, kita menang. Cukup pahami adagium ini, maka piala dan arus kata-kata, tindakan, sikap, dan semuanya menjadi cerita yang tidak pernah mati di tengah lapangan hijau.

#Maridukungkami. :-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

September dan Kitab Suci

Agustus sudah pergi. September datang seperti sedang berlari. Angin kencang tak digubrisnya. Dingin kota Ende tak berarti di dalam tubuhnya....