Kritikus
Mencari Posisi?
(Tanggapan
Atas Opini John Mai)
Oleh Eto Kwuta
Penghuni Wisma St. Arnoldus
Yansen-Ledalero
Pos
Kupang edisi Sabtu, 15 Maret 2014 menurunkan sebuah opini
John Mai berjudul; Kritikus Mencari
Posisi. John Mai menanggapi opini Marsel Robot dan Yosep Riang dengan
tulisan yang menarik. Ketika membaca tulisan ini, saya merasa perlu untuk
mengajukan pertanyaan ini, siapakah kritikus yang mencari posisi itu? Saya
cenderung berpikir kalau tulisan John Mai tersebut mensinyalir adanya kecurigaan
terhadap seorang kritikus yang belum jelas namanya. Hemat saya, yang belum
jelas namanya itu adalah Marsel Robot. Beliaulah yang pertama mengeritik Prof.
Umbu. Maka, penulis hendak mencari posisi kritikus tanpa nama tersebut. Atau
sebuah pertanyaan muncul juga di sini; benarkah seorang kritikus mencari
posisi?
Sejauh membaca tulisan
John Mai, saya tak habis pikir kalau manusia sebagai pribadi yang berbeda
dengan yang lain itu tidak dapat dibandingkan dengan yang lain. Betapa tidak,
manusia adalah individu yang otonom, bebas, bertanggung jawab, dan memiliki
kodrat rasional yang paling unik. Apakah itu tidak bisa dibandingkan dengan
individu yang lain? Adalah benar ketika kodrat rasional itu yang memungkinkan
manusia berjalan pulang ke dalam dirinya dan bersatu dengan yang lain di luar
dirinya. Lalu, apalah artinya seorang kritikus Marsel Robot yang justru sudah
masuk ke dalam dirinya dan menemukan sesuatu yang lain di luar dirinya?
Mencari Posisi Kritikus
Benjamin
Franklin, salah seorang Bapak Pendiri (Founding
Father) Amerika Serikat itu pernah mengungkapkan bagaimana posisi seorang
kritikus. Menurutnya, setiap orang
bodoh bisa mengkritik, menuduh dan mengeluh; dan kebanyakan orang bodoh
melakukan hal itu. Marsel Robot mungkin berada dalam posisi ini. Namun,
apakah kritik beliau dikatakan bodoh?
Benyamin Franklin menemukan orang
bodoh itu kebanyakan di kalangan para kritikus, tetapi kebodohan yang dimaksud
tidak selamanya dilihat sebagai sangat bodoh atau tidak tahu apa-apa.
Menanggapi tulisan John Mai, saya
hendak menggarisbawahi beberapa hal berhubungan dengan judul opininya Kritikus Mencari Posisi. Pertama, sang kritikus adalah seorang
yang secara bebas mengungkapkan pendapat, melihat realitas, dan mulai berbicara
secara terbuka. Posisi seorang kritikus pada dasarnya siap ditantang dan dinilai
tidak logis, terlalu subyektif dan tidak memiliki indikator apa pun. Maka,
Marsel Robot sudah berada pada posisi ini.
Kedua, sang
kritikus memainkan kritiknya secara terbuka dan bukan tanpa dasar. Kebanyakan
orang takut memberikan kritikan, apalagi kepada atasan. Namun, apa yang dibuat
Marsel Robot sebetulnya membingkai keberanian mengutarakan pendapat. Orang yang
mencari aman biasanya tidak merasakan kritik sebagai kebutuhan, tetapi Marsel
Robot sebaliknya. Saya justru menemukan sang kritikus itu tidak serta-merta
membeberkan fenomena yang diamatinya sehingga opininya bukan berangkat dari
ambisi untuk mencari posisi, melainkan beliau melihat kalau kritik itu berciri
dialektis. Itu berarti kritik adalah baik dalam tanggung jawab sang kritikus maupun
kebesaran hati si penerima kritik, sehingga proses kritik kemudian memberi
sintesis perbaikan serentak penyempuranaan diri.
Ketiga, saya cukup beralasan menilai kalau tanggapan
John Mai atas opini Marsel Robot dan Yosep Riang tersebut adalah juga penilaian
subyektif. Betapa tidak, Marsel Robot sebagai seorang pelaku kritik (mungkin) dikatakan
mempunyai ambisi mencari posisi. Apa posisi itu? Barangkali kita bisa
menduga-duga kalau yang dimaksud dengan kritikus mencari posisi adalah Marsel
Robot yang mencari kursi kepemimpinan. Mungkin sekali! Namun, perlu
digarisbawahi kalau posisi Marsel Robot adalah sebagai pelaku kritik atau sang
kritikus, bukan kritikus yang mencari posisi. Kalau berbicara mengenai kritikus
yang mencari posisi, maka Marsel Robot adalah bukan seorang kritikus, melainkan
sosok serigala yang setiap kalinya berupaya memangsa lawannya.
Membaca
opini John Mai, penulis sungguh menemukan bahwa ada penglihatan secara sempit mengenai sang
kritikus. Hemat penulis, sang kritikus Marsel Robot sungguh menumbuhkan
keberanian untuk melakukan konflik argumentatif secara terbuka sehingga secara
rasional dihasilkan kemenangan bagi yang paling mampu mempertanggungjawabkan
argumennya berdasarkan fakta, pembuktian, penalaran dan bukan berdasarkan
ambisi atau motivasi untuk mencari posisi tertentu.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar