Senin, 03 November 2014

Kritikus Mencari Posisi (sebuah opini)

Kritikus Mencari Posisi?
(Tanggapan Atas Opini John Mai)
Oleh Eto Kwuta
Penghuni Wisma St. Arnoldus Yansen-Ledalero
Pos Kupang edisi Sabtu, 15 Maret 2014 menurunkan sebuah opini John Mai berjudul; Kritikus Mencari Posisi. John Mai menanggapi opini Marsel Robot dan Yosep Riang dengan tulisan yang menarik. Ketika membaca tulisan ini, saya merasa perlu untuk mengajukan pertanyaan ini, siapakah kritikus yang mencari posisi itu? Saya cenderung berpikir kalau tulisan John Mai tersebut mensinyalir adanya kecurigaan terhadap seorang kritikus yang belum jelas namanya. Hemat saya, yang belum jelas namanya itu adalah Marsel Robot. Beliaulah yang pertama mengeritik Prof. Umbu. Maka, penulis hendak mencari posisi kritikus tanpa nama tersebut. Atau sebuah pertanyaan muncul juga di sini; benarkah seorang kritikus mencari posisi?
Sejauh membaca tulisan John Mai, saya tak habis pikir kalau manusia sebagai pribadi yang berbeda dengan yang lain itu tidak dapat dibandingkan dengan yang lain. Betapa tidak, manusia adalah individu yang otonom, bebas, bertanggung jawab, dan memiliki kodrat rasional yang paling unik. Apakah itu tidak bisa dibandingkan dengan individu yang lain? Adalah benar ketika kodrat rasional itu yang memungkinkan manusia berjalan pulang ke dalam dirinya dan bersatu dengan yang lain di luar dirinya. Lalu, apalah artinya seorang kritikus Marsel Robot yang justru sudah masuk ke dalam dirinya dan menemukan sesuatu yang lain di luar dirinya?

Mencari Posisi Kritikus
Benjamin Franklin, salah seorang Bapak Pendiri (Founding Father) Amerika Serikat itu pernah mengungkapkan bagaimana posisi seorang kritikus. Menurutnya, setiap orang bodoh bisa mengkritik, menuduh dan mengeluh; dan kebanyakan orang bodoh melakukan hal itu. Marsel Robot mungkin berada dalam posisi ini. Namun, apakah kritik beliau dikatakan bodoh?
Benyamin Franklin menemukan orang bodoh itu kebanyakan di kalangan para kritikus, tetapi kebodohan yang dimaksud tidak selamanya dilihat sebagai sangat bodoh atau tidak tahu apa-apa.
Menanggapi tulisan John Mai, saya hendak menggarisbawahi beberapa hal berhubungan dengan judul opininya Kritikus Mencari Posisi. Pertama, sang kritikus adalah seorang yang secara bebas mengungkapkan pendapat, melihat realitas, dan mulai berbicara secara terbuka. Posisi seorang kritikus pada dasarnya siap ditantang dan dinilai tidak logis, terlalu subyektif dan tidak memiliki indikator apa pun. Maka, Marsel Robot sudah berada pada posisi ini.
Kedua, sang kritikus memainkan kritiknya secara terbuka dan bukan tanpa dasar. Kebanyakan orang takut memberikan kritikan, apalagi kepada atasan. Namun, apa yang dibuat Marsel Robot sebetulnya membingkai keberanian mengutarakan pendapat. Orang yang mencari aman biasanya tidak merasakan kritik sebagai kebutuhan, tetapi Marsel Robot sebaliknya. Saya justru menemukan sang kritikus itu tidak serta-merta membeberkan fenomena yang diamatinya sehingga opininya bukan berangkat dari ambisi untuk mencari posisi, melainkan beliau melihat kalau kritik itu berciri dialektis. Itu berarti kritik adalah baik dalam tanggung jawab sang kritikus maupun kebesaran hati si penerima kritik, sehingga proses kritik kemudian memberi sintesis perbaikan serentak penyempuranaan diri.
Ketiga,  saya cukup beralasan menilai kalau tanggapan John Mai atas opini Marsel Robot dan Yosep Riang tersebut adalah juga penilaian subyektif. Betapa tidak, Marsel Robot sebagai seorang pelaku kritik (mungkin) dikatakan mempunyai ambisi mencari posisi. Apa posisi itu? Barangkali kita bisa menduga-duga kalau yang dimaksud dengan kritikus mencari posisi adalah Marsel Robot yang mencari kursi kepemimpinan. Mungkin sekali! Namun, perlu digarisbawahi kalau posisi Marsel Robot adalah sebagai pelaku kritik atau sang kritikus, bukan kritikus yang mencari posisi. Kalau berbicara mengenai kritikus yang mencari posisi, maka Marsel Robot adalah bukan seorang kritikus, melainkan sosok serigala yang setiap kalinya berupaya memangsa lawannya.
Membaca opini John Mai, penulis sungguh menemukan bahwa  ada penglihatan secara sempit mengenai sang kritikus. Hemat penulis, sang kritikus Marsel Robot sungguh menumbuhkan keberanian untuk melakukan konflik argumentatif secara terbuka sehingga secara rasional dihasilkan kemenangan bagi yang paling mampu mempertanggungjawabkan argumennya berdasarkan fakta, pembuktian, penalaran dan bukan berdasarkan ambisi atau motivasi untuk mencari posisi tertentu.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

September dan Kitab Suci

Agustus sudah pergi. September datang seperti sedang berlari. Angin kencang tak digubrisnya. Dingin kota Ende tak berarti di dalam tubuhnya....